MELEPAS (part 1)



"Salah satu bagian terpenting dari melepas adalah mencintai diri sendiri dan memutuskan untuk bahagia”

Barangkali kita memiliki pengalaman tersendiri dengan melepas. 
Entah apa yang terlihat salah dengan kata “melepas”. Nampaknya kerap kali mengucapkan,
seperti ada perasaan berat, berbeban, sedih, menyebalkan, dukacita. Melepas, memang tak semudah mengucapkannya, ada begitu banyak hal yang membuat kita terlalu sulit melakukannya. 

“Melepas, menjadikan lepas, membiarkan lalu, pergi, berangkat,    berlayar, dan berbagai makna melepas lainnya.”

Melepas nyatanya tidak hanya identik dengan sebuah hubungan percintaan antara sepasang kekasih, tetapi juga bermakna lebih luas dari itu. Ketika kita bersahabat dan mendapatkan pengkhianatan, kita belajar melepas. Ketika kita bekerja dan memiliki sebuah tujuan yang ternyata belum saatnya dicapai, kita belajar melepaskan. Apa yang dilepaskan? Tergantung apa yang selama ini kita tahan di dalam diri kita. Entah itu kenangannya, entah itu kekuasaan, entah itu rasa percaya, entah itu harapan untuk bersamanya, entah itu rasa gengsi, tergantung.
Sekali lagi, melepas bukanlah perkara yang mudah. Kadang kita butuh mengira-ngira, apakah sesuatu ini pantas untuk dilepaskan atau tidak. Demikian dengan perasaan sayang terhadap seseorang. Masing-masing kita dari waktu ke waktu, harus belajar melepas. Dengan tidak mampu melepas, membawa terus kenangan buruk, masa lalu, perasaan negatif masa kini, ketakutan akan masa depan, akan menyebabkan begitu banyak duka dan rasa sakit. Setiap kali bertemu orang baru, kita hanya membandingkan dengan sosok di masa lalu. Setiap kali bersahabat, kita ketakutan karena pengkhianatan di masa lalu, kita terluka, merasa sakit, lalu menutup diri.

Rasa sakit itu bukan hanya pada kita, tetapi juga pada orang-orang yang bersama kita. Oleh karena kita menyimpan perasaan terluka, bisa jadi ketika kita keluar bertemu dengan orang banyak, kita menjadi pisau bagi orang lain, melukai mereka. Atau kita menjadi berlian yang terasah dengan baik walaupun sakit, tetapi sinar kita terpancar, berkilauan. Dengan demikian, apa yang perlu kita lepas? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Renungkan lagi apa yang selama ini kita tahan dan pendam yang ternyata menyakiti kita sedemikian rupa. 

Melepas bukan berarti melupakan, karena mustahil menghilangkan memori dalam otak kita kecuali kita hilang ingatan. Apa yang kita pikir harus kita lupakan justru menjadi terus terngiang-ngiang dalam otak karena begitulah kerja otak dan tubuh. Bukan melupakan, tetapi menerima dan melepaskan. Dengan demikian, ketika mengingat peristiwa yang tidak menyenangkan dalam diri, otak dan pikiran kita akan memberi respon positif kepada kita. Sementara penolakan dan amarah merupakan salah satu bentuk belum mampu menerima hal-hal menyakitkan yang pernah terjadi. Hal ini dapat dikatakan belum mampu melepaskan. 

"Salah satu bagian terpenting dari melepas adalah mencintai diri sendiri dan memutuskan untuk bahagia. Saya memutuskan untuk bahagia, karena selain saya tidak ingin memberatkan diri saya yang sudah cukup memiliki banyak pergumulan, saya juga ingin orang-orang yang saya cintai, merasa bahagia, karena kasihan terhadap orang yang harus berurusan dengan saya karena ketidakmampuan saya melepas. Tentunya keputusan ini masih dalam proses yang panjang, tidak sekali jadi" 

Berapa banyak orang lain telah menyakiti kita?
barangkali kita pun juga demikian, menyakitkan bagi orang lain. 
Berapa banyak pengkhianatan yang kita alami, maupun sebaliknya?

“Accept what is, let go of what was, have faith in what will be”  
(to be continued)



Comments

Popular posts from this blog

journal-journey

AMPUNI KAMI YA TUHAN #PENGAMPUNAN

kebahagiaan (part dua)